Wednesday 3 February 2021

5 Tips Menerbitkan Buku di Penerbit Indie Vs Penerbit Mayor

Selamat Pagi Semuanya!


Kita kembali pada tulisan dengan label ‘Tips Menulis’. Kali ini saya (dan seorang teman) akan sharing tentang penerbitan

Tujuan kamu menulis naskah novel buat apa, sih? Pasti pengen karyanya untuk dibukukan dong, dan akhirnya bisa dinikmati oleh orang banyak. Tetapi untuk bisa mencapai itu, jalannya masih sangaat panjaang. Jadi kali ini saya akan bahas Tips Menerbitkan Buku di Penerbit Indie Vs Penerbit Mayor.


Menerbitkan buku di penerbit indie


Menerbitkan buku di penerbit mayor tidaklah mudah dan memakan waktu yang tidak sebentar. Setelah menulis dan mengirimkannya ke penerbit, kamu harus menunggu naskah diseleksi oleh editor selama berbulan-bulan. Rata-rata mereka akan review dalam 3 bulan. Bahkan seorang teman saya baru saja dikabarkan, dia dihubungi untuk naskah yang dikirim 8 bulan yang lalu. Iya, bener, sungguh, delapan bulan!

Baca juga tips menulis sinopsis novel untuk penerbit di sini dan tips menulis novel dengan karakter yang kuat di sini

Setelah misalnya naskah kamu diterima, akan butuh waktu lagi buat edit dan bolak balik revisi sama editor dan itu juga bisa memakan waktu berbulan-bulan. Sekelas Gramedia aja bisa sampe 6 bulan.  Setelah itu naik cetak, distribusi dan sebagainya. Silahkan hitung sendiri kira-kira bakal berapa lama waktu yang dibutuhkan agar karya kamu terpampang di seluruh toko buku. Hehehe..

Tapi ada salah satu cara agar kamu bisa memangkas waktu itu, yaitu dengan menerbitkan buku di Penerbit Indie

Penerbit indie/independen adalah penerbit yang memungkinkan penulis untuk menerbitkan naskahnya sesuai permintaan penulis dan tanpa diseleksi terlebih dahulu. 

Sesuai dengan namanya yang independen, artinya seluruh biaya-biaya yang dibutuhkan juga akan ditanggung independen oleh penulis sendiri. Makanya dibutuhkan biaya dalam penerbitannya. Beda dengan penerbit mayor yang semua biaya sudah dimodali penerbit, mulai dari editing, percetakan dan distribusi ke seluruh Indonesia. 

Berikut tabel kekurangan dan kelebihan kalau kamu menerbitkan buku di penerbit indie: 


Menerbitkan buku di penerbit indie


Dengan segala kekurangannya, penerbit indie tetap menjadi primadona untuk orang menerbitkan buku. Dengan penerbit indie, semua orang memiliki kebebasan dan bisa menerbitkan buku. Namun, itu bukan berarti naskah jadi asal terbit, ya. Ada beberapa yang perlu kamu perhatikan dan berikut tips menerbitkan buku di penerbit indie


1. Pastikan Paket yang Dibeli

Penerbit Indie biasanya mewajibkan kamu membayar jumlah tertentu untuk memproses penerbitan buku. Mereka menawarkan berbagai paket dengan harga yang sangat bersaing. Nah, jangan tergoda dengan harga murah karena kamu harus pastikan apa saja yang termasuk dan tidak termasuk dari harga yang kamu bayar. Contohnya : 

  • Layout
  • Desain Cover
  • Proofreading
  • ISBN
  • dll

Harus diperhatikan, mungkin ada yang menawarkan harga murah ternyata kamu harus mengupload bentuk tulisan siap cetak dengan layout-nya. Jadi tidak boleh mengirimkan bentuk word saja. Ada juga yang harganya lumayan, tapi tinggal tunggu beres lengkap dengan nomor ISBN-nya. Bahkan buku kamu juga bisa dijual ebooknya di playbook. 

Ada juga yang tidak termasuk desain cover, yang artinya kamu harus keluar uang lagi untuk nyari illustrator. Kalau mau bikin cover sendiri juga boleh, tapi pastikan kamu memakai foto orang yang free ya. Jadi jangan asal comot di internet😆.

Selain itu, jangan lupakan kualitas dari hasil cetakan. Ada penerbit indie yang menekan biaya produksi dan membuat hasil cetakannya tidak bagus, buram seperti fotocopy. Sayang kan, cerita kamu bagus tapi nanti pembaca jadi tidak nyaman saat membaca.


2. Gunakan Editor

Salah satu yang membuat buku yang diterbitkan indie itu masih dipandang sebelah mata adalah karena kualitas tulisannya itu sendiri. Karena tidak melewati seleksi ketat penerbit, buku dapat diterbitkan hanya bermodal ‘ceritanya bagus menurut versi penulis’ 😅. Padahal bagus menurut penulis belum tentu bagus buat orang lain, loh. 

Jadi, tidak ada salahnya kamu menginvestasikan tambahan sedikit uang untuk membayar editor. Editor ini akan memberikan pandangan tentang jalan cerita, konflik, plot hole yang harus diperbaiki dan terakhir tentu saja untuk tata bahasa.  


Lebih baik cerita kamu diedit oleh editor dulu sebelum diterbitkan

Bagaimana kalau paket yang kamu ambil sudah termasuk editor? Wah, itu lebih bagus lagi. Tapi pastikan apakah editor termasuk alur cerita juga atau sebatas editor untuk tata bahasa yang lebih cocok disebut proofreader. 

Berapa harga editor lepas? Amat sangat beragam, mulai dari Rp1.500 per halaman, sampai Rp 4.500 per halaman. Ada juga yang memberi bayaran per naskah. Saya tahu editor yang memberikan harga tidak sampai Rp500.000 per naskah. Ada juga yang sampai Rp8juta per naskah. Bisa disesuaikan saja dengan kebutuhan dan budget yang ada. 


3. Pastikan Kepemilikan Hak Cipta

Berkecimpung di dunia tulis menulis, kamu harus pelan-pelan ngerti dengan hak cipta. Siapa yang akan memegang hak cipta atas naskah cerita kamu. Kebayang ga, kamu udah terbitkan di sebuah penerbit indie, baru 6 bulan terbit ternyata naskah kamu dipinang oleh penerbit mayor. Tapi ternyata kamu tidak bisa menyerahkan naskah karena ternyata penerbit indie punya hak cipta naskah kamu selama lima tahun. Atau ternyata cerita kamu ditawarkan oleh sebuah rumah produksi buat difilmkan, tapi malah terkendala hak cipta. Sayang kan?

Jadi teliti surat perjanjian dengan penerbit sebelum memutuskan untuk menerbitkan di sana. Pastikan hak cipta naskah tetap milik kamu, jadi kamu punya hak sewaktu-waktu untuk menarik naskah dan tidak lagi menerbitkan di sana.  


4. Sistem Penjualan dan Royalti


a. Jalur Distribusi

Walaupun diterbitkan oleh penerbit indie, pasti kita pengen buku kita banyak yang beli dan laku dipasaran, kan? Sayangnya buku penerbit indie itu biasanya tidak masuk ke toko-toko buku besar. Sehingga lebih mengandalkan penjualan secara online. Jadi harus dipastikan, mereka punya jalur penjualan yang cukup baik. Termasuk apakah buku bisa dipesan satuan atau tidak. 

Sebagai contoh, pada salah satu penerbit indie, mereka hanya melayani pemesanan minimal 5 buah. Mungkin tidak masalah bagi penulis yang ingin beli banyak sekaligus dan kemudian memasarkannya sendiri. Tapi bisa jadi masalah bagi penulis yang tidak bisa nyetok banyak buku. Sedangkan di lain sisi, juga ada penerbit indie yang pemesan satu pun juga langsung bisa dicetak.

Jadi sebelum memutuskan memilih yang mana, coba kamu cek dulu penerbit itu punya jalur penjualan apa saja? Bagaimana mereka memasarkan di sosial media? 


b. Cetak vs Ebook

Jaman sekarang orang sudah mulai banyak beralih ke ebook. Jadi tidak ada salahnya memilih penerbit yang juga bisa menerbitkan buku kamu dalam bentuk ebook di Google Playbook


c. Royalti

Pada suatu waktu, ada sebuah penerbit indie yang menggratiskan biaya penerbitan. Tapi syaratnya, penulis harus memesan sekian jumlah buku. Setelah itu, penerbit pun juga tidak memberikan royalti ke penulis. Aneh kan? Tapi skema ini banyak banget dipasarkan oleh penerbit indie dengan iming-iming ‘terbitkan buku kamu secara gratis’. Dan banyaaak banget yang tergaet dengan ini karena banyak orang yang bermimpi untuk bisa menerbitkan buku.


 Ngitung royalti dulu 😆

Kalau kamu yakin naskah kamu memiliki pasar yang bagus, saran saya, jangan sekali-kali mau melakukan ini. Nilai royalti yang akan kamu terima bisa saja nanti jauh lebih besar dari biaya penerbitan loh. Dan kamu tidak akan punya hak untuk mendapatkan royalti itu dengan skema ini. Padahal royalti penerbitan buku indie secara persentase itu lebih besar loh dibanding penerbit mayor. (karena di penerbit indie tidak banyak biaya distribusi dan nyetok buku)

Jadi, pastikan perhitungan royalti transparan dari sejak perjanjian awal. Berapa persen royalti yang didapatkan dan kapan royalti dibayarkan (bulanan, triwulan, dll). 

  

5. Selesaikan naskah

Semua tips di atas tidak akan ada gunanya kalau kamu belum menyelesaikan naskah. Hehehe.. Jadi, ayo selesaikan naskah kamu sekarang agar segera bisa memeluk karyamu dalam bentuk sebuah buku 


Yuk, jangan males beresin naskah kamu 😁

Demikian tips untuk menerbitkan buku pada penerbit indie. Semoga teman-teman mendapatkan informasi bermanfaat dari postingan ini ya. 

Sekarang kita beralih untuk tips menerbitkan buku di penerbit mayor. Ada banyak hal yang harus kamu perhatikan dan akan dibahas tuntas oleh teman saya Dimas Abi. Oiya, dengan senang hati saya sampaikan, ini adalah postingan kolaborasi dalam bentuk posting bareng pertama saya 😍. Kali ini saya posting bareng Dimas Abi, seorang teman yang  telah menerbitkan banyak buku di penerbit mayor. 

Baca juga : 

Anyway, did I tell you kalau Abi adalah orang yang paling berpengaruh dalam saya menyelesaikan Novel Nikah Muda? Baca ceritanya di postingan saya di sini. 


Jadi dengan pengalamannya, Abi akan sharing apa saja hal yang perlu kamu ketahui untuk menerbitkan buku di penerbit mayor. Yuk tunggu apa lagi, buruan langsung cus ke blog Dimas Abi untuk mendapatkan tips menerbitkan naskah di penerbit mayor… Karena saya sendiri juga penasaran dengan tips-nya 😆

Silahkan klik postingan Dimas Abi : 5 Hal yang Harus Diperhatikan dalam Menerbitkan Buku di Penerbit Mayor dan Indie 


🐶🐶🐶


Sampai ketemu di blog Dimas Abi, ditunggu komentar-komentarnya kalau ada yang mau berdiskusi lebih dalam, atau berbagi pengalaman atau sekedar saling menyapa 😊


31 comments:

  1. Thanks ya, Thessa, udah mau kolaborasi.

    Mengena banget nih tips untuk penerbit indie. Aku baru tahu ternyata sekarang beberapa penerbit indie juga ngasih jasa editor ya? Kalau gitu secara kualitas naskah sebenernya bisa bersaing ya antara Indie vs Mayor. Hehe..

    Trus aku juga baru tahu ada sistem royalti dari penerbit. Selama ini aku kira keuntungan penulis-penulis indie tuh dari margin yang penulis tetapkan sendiri.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuaa yg disebut langsung muncul. Sama2 Abi, makasi juga yaa 😆

      Ada bi, skrng ada yg penerbit indie sekaligus jasa editor. Ada yg full, ada jg yg sebatas proofreader aja.

      Ada yg menerapkan royalti, ada yg bentukny murni margin. Klo royalti, jd dari 100% margin dibagi mana yg buat royalti penulis dan mana yg buat keuntungan penerbit. Jd setiap ada yg mesen buku kita, jd dpt kebagian royalti 😁

      Delete
  2. Dari Mba Thessa lagi-lagi aku belajar kalau menulis bahkan sampai menerbitkan buku itu susah banget. Apakah makin pupus harapanku? hehehe (padahal naskah aja terbengkalai melulu) 😆

    Aku belom pernah sih kirim-kirim naskah ke penerbit mayor, selama ini pernahnya coba kirim naskah cerpen ke majalah-majalah (dulu sih) itu aja udah susah banget buat tembus hahaha.

    Pendapatku sih salah satu yang paling berat itu untuk mempromosikan bukunya. Kalau penerbit mayor sudah ada yang bantu untuk promosikan, kalau penerbit indie sebagian besar kita promosi sendiri. Bener gini Mba?

    Karena jujur kayaknya kalo harus promosikan sendiri berarti udah harus punya target atau minimal pembaca yang pasti akan beli. Tapi balik lagi emang berat sih jadi seorang penulis itu ya dari awal hingga akhir prosesnya... salut banget sama yang berhasil nerbit2in buku 👏

    ReplyDelete
    Replies
    1. Jangan pupus dong Mba tika, ayo kita semangaaat 😁😁 sama seperti profesi lainnya, jd penulis pun ada tantangannya tersendiri.. hehehe..

      Bener bgd, buat indie itu hrs kuat2an promo biar orang2 tau karya kita. Sedangkan di oenerbit mayor kan karya kita dipajang di seluruh website dan toko bukunya. Tp jadinya kita dpt royaltinya secara persentase jg pasti lbh dikit krna udag kepotong promosi itu.
      Klo promosiin, paling enak memang dr orang terdekat dulu, cicrle terdekat. Jd harus jago2 promoin biar laku. Bener mbaa, beraat pastinya. Huhu.. makanya aku jg kagum bgd sama penulis2 indie yg bukunya lakue keras. Misalnya kaya Na willa yg suka disebut2 Lia. Hehehe 😆😁

      Delete
  3. Mba,buku2 indie dimana pemasarannya sendiri oleh penulisnya (seperti buku antologi sekarang ini), royalti itu aku pikir hanya margin untung dari penjualan masing2 kontributor ya. Penerbit hanya ditumpangi nama. Jadi galau mau kontribusi antologi lagi wkwk

    ReplyDelete
    Replies
    1. Tergantung sih Mba, apakah yg memasarkan memang tim kontributor aja. Klo memang tim kontributor aja, brarti penerbit ga ikut memasarkan. Jadi keuntungan murni dari margin. Misal harga dr penerbit X, kontributor bisa jual X+margin.
      Yg kejadian kan kadang penerbit juga masih jual buku itu misal di harga X (diluar ke tim kontributor). Tapi tim kontributor ga dapet apa2. Hehehe.. Ini banyak kejadian, padahal kan kotnributor yang nulis bukunya 😁
      Kebayang ga maksud aku Mba? Agak bingung juga aku jelasinnya. Hehehe.. Jd maap klo kurang jelas 😆😆

      Delete
  4. Pagi juga mba thessaaa. ih semangat sekali nih. Aku buka udah ada iklannya nih. tp bbrpa kali buka kok gambar robot ya mbak

    Aku punya sodara yg suka nerbitin buku indi jg. Buatku cukup berani sih, karena selama ini setauku kita harus punya brand dlu, tp ternyata memang ada bnyk pilihan dan baca punya uni thessa nih rasanya pengen jd blogger dlu aja deh, hihi.. Alur utk nerbitin buku ternyata puanjaaang banget yaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Soree Mbaa Ghinaaa.. Maap baru balesnya keburu soree. hehehhe..
      Iklan adsense mba? Aku memang udah punya adsense dr 2 thn lalu, tp cma aku taro dikit di deket profile dulu aja krna agak terganggu klo keramean. Baru bbrapa hari ini aku coba tambahin di bbrapa titik. Eh tp malah jd gambar robot yaa? 😆😆 Mudah2an ga mengganggu kenyamanan yaa mbaaa..

      Iya bener Mbaa, puanjaaang. hehehe.. hebat mba, sodaranya mba ghina berani menerbitkan buku secara indie. Mungkin dia yakin dg naskah dan sudah punya target market sendiri yaa..
      Mba Ghina jd blogger aja jg udah kereeen. Ga ada salahnya mbaa merambah ke dunia penulisan buku. Hehehhe 😁😁 Semangaat!

      Delete
  5. Seru baca pengalaman mba Thessa, ternyata mau itu mayor atau indie, selalu ada plus minusnya 😆

    Saya pernah submit ke penerbit indie buat proyek PGP #1 kemarin, namun mungkin karena beli putus, dan tujuannya untuk hadiah, jadi saya nggak ada bahasan royalti this and that sama pihak penerbitnya 😂 Kayaknya kemarin itu saya hanya di-charge biaya produksi saja, while biaya cover design dan biaya editor karena saya pakai jasa orang luar, sama mereka nggak dikasih charge tambahan 😁

    Ohya, menurut saya, kualitas buku-buku indie sekarang banyak yang bagusss, seperti Na Willa itu, masih takjub karena Na Willa hasil terbitan indie, hehehe. Semoga ke depannya, chance teman-teman yang ingin menelurkan buku bisa lebih besar dengan option yang lebih banyak ya, mba 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuaa makasii Mbaa Enooo..
      Iyaa, ada plus minusnyaa. Bisa disesuaikan dg kebutuhan ajaa.
      Klo pas buku Thought kemaren, Mba Eno kan penerbitnya tidak ikut memasarkan karena memang hanya untuk kalanagan terbatas sesuai pesanan Mba Eno aja. Kalau penerbit nanti ikut memasarkan dan jualin, itu yang harus ada pembahasan detail untuk royalti dan sebagainya.
      Wah keren, pake editor dan illustrator tersendiri. Pantesan hasilnya keceee 😍😍

      Setuju Mba, makin ke sini kualitas buku indie memang makin bagus yaa.. Semoga itu bisa menggairahkan dunia literasi indonesia yaaa dan sesuai kata Mba Eno, chance teman-teman yang ingin menelurkan buku bisa lebih besar 😍😍

      Delete
    2. Loh Na Willa itu penerbit Indie?? 😆 *langsung cek.. oh iyah.. aduh ya ampun Bay!! maaf yah mba Tessa, saya kalau baca buku nggk pernah ngeliat dri penerbit mana.. langsung buka aja terus baca.. Ya Ampun Bay 😒 kebiasaan nggk bagus.. padahal biasanya di awal2 itu ada pesan dan kesan Penulis juga yah...

      Nah itu, kadang yg dipikiran kita bagus, belum tentu cocok sama orang lain yg baca.. Terus biasanya buat tau tentang itu bagaimana Mba Thessa?

      Delete
    3. Iyaa bener Mas Bayuu. Na Willa itu penerbit indie. Hehehe.. bagus yaa buat ukuran buku indie 😄

      Paling utama stlah menulis, biarkan orang yg kita percaya untuk membaca naskah kita mas bayu. Ini dlm dunia kepenulisan disebut beta reader. Beta reader hrs dipercaya krna jngan sampe naskah kita bocor, kedua dipercaya krna dia memang bs kasi kritik yg membangun. Abis itu kita jg bs sewa jasa profesional kaya editor lepas gt 😄

      Delete
  6. Makasih Mba Thessa buat tips-tipsnya. Jadi tahu plus minusnya kalau mau nerbitin buku di penerbit indie, terutama tentang pembagian royalti dan hak ciptanya. Selama ini aku kirain royalti dan hak ciptanya udah pasti buat penulis, ternyata bisa juga ya kena tipu gitu kalau nggak hati-hati :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama2 mbaa, semoga bermanfaat yaaa 😉
      Iya mbaa, banyak jg soalnya prakteknya kaya gt. Sedihnya lg, penulis bahkan ga ngerasa dia sebnernya dirugikan. Huhu..

      Delete
  7. 1 SKS kuliah tengah malam. Keren euy. Padahal saya sudah sangat skeptis dengan penerbit indie, ternyata sama kak Thessa dijelasin secara mendalam dan buat saya jadi mikir dua kali.

    Dulu, impian besar saga nerbitin buku. Sekarang mah ngga ngoyo lagi. Lebih senang nulis aja. Kalo naskahnya jadi, yah terbit. Tidak yah tidak masalah

    ReplyDelete
    Replies
    1. This comment has been removed by the author.

      Delete
    2. Wah mas rahul bacanya tengah malem yaa. Ga ada yg intipin ikut baca di belakang kan mas? Eh kok malah jd horor 😄😆

      Jangan kan mas rahul, banyak orng yg masih skeptis bahkan memandang buku indie dg sebelah mata. Jd biar ga sampe kaya gt, kualitas hrs tttp ya utama 😄
      Semoga suatu saat impian besar itu terwujud ya mas.. Jangan pernah berhenti berharap dan tentu saja yg paling utama, enjoy the process 😊

      Delete
  8. sama kayak rahul aku mba thessa...dulu smp mungkin ngebet banget pengen bikin buku...pengen buku dipajang di gramed atau toko buku hits lainnya...rasanya prestis dan membanggakan tentu saja, tapi boiasalah dulu itu kan masih jamannya darah muda...yang kata bang haji darahnya para remaja...yang selalu merasa...bla bla lupa liriknya...yang jelas dulu iya sangat meletup letup kalau pengen sesuatu pengennya iyaaaa kesampaian hahahhaha...

    tapi seiring sejalan...apalagi uda sedewasa sekarang rasanya kok kayak oerspektifku masalah keinginan udah berubah haluan jauh... nulis mah dimanapun jadi...engga semenggebu gebu dulu harus bisa nelorin buku dalam wujud fisik dan dikomersilkan...kalau sekarang mah cuma hobi aja wkwkwk...kalau hoki dan ada rejeki bisa dipinang penerbit kejadian ya alhamdulilah.....kalau ga ya no problemo...bukan suatu obsesi lagi sih aku bab nulis buku hahah

    tapiii bukan berarti aku mengabaikan tulisan ini..karena ya tulisan ini tentu akan sangat bermanfaat bagi mereka yang ada cita cita untuk menjadikan karyanya sebagai buku sebagai bentuk komersil..bagus banget...jadi ada gambaran terlebih yang masalah kontrak dan pinang meminang antara penerbit satu dengan yang penerbit lainnya..sapa yang duluan meminang ya sepertinya itulah yang akan menimbulkan berbagai macam pemikiran bagaimana term and conditionnya apakah menguntungkan atau ga ke depannya, dsb 😄

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kalau minjem istilah mas rahul, 'ga ngoyo' lagi buat nerbitin buku. Mungkin gt ya Mba Nita? 😁
      Mnrt aku wajar orang berubah, yg penting kita menikmati prosesnya.. Selama Mba Nita menikmati proses menulis itu sendiri, hasil menjadi buku buka lah yg utama.. Semangat terus menulisnya Mbaa 😊

      Makasi ya Mba, nudah2an tulisan ini bs bermanfaat yaa bagi orang2 😁

      Delete
  9. Tips terakhir itu poin utamanya ya kak hahaha. Kalo naskah gak selesai-selesai kapan bisa nerbitin buku -__-
    aku pernah dapet pelajaran yang kak Thesssa sampaikan waktu ikut komunitas menulis, namanya Sekolah menulis indonesia, pernah denger gak kak? dan info yang kak Thessa kasih sama persis dengan apa yang aku dapetin waktu gabung di komunitas. Baca ini lagi aku seperti diingatkan kembali untuk jenguk tulisan yang masih terkapar :DD

    Tapi memang ya kak perjuangan penulis yang nerbitin buku di penerbit indie itu perjuangannya gak main-main, kerjanya jadi double, terutama soal biaya hm...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Nah iyaa bangeet Mba Rekaa 😆 Paling utama itu beresin naskahnya dulu. Krna kertas dg tulisan oenuh kekurangan jauh lbh baik dr kertas kosong sama sekali 😁

      Wah aku baru tau komunitas itu mba. Komunias menulis aku cma expert class Gramedia doang 😆 kurang gaul nih. Dan aku nulis ini berdasarkan pengalaman oribadi. Bs mirip gt yaaa 😍
      Iyaa, perjuangan mau indi atau mayor pasti penuh dg tantangan masing2..

      Delete
  10. infonya bermanfaat banget nih bagi yang ingin nerbitin buku, dan memang benar adanya bahwa nerbitin buku itu tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh kerja keras dan butuh editor yang handal, karena kalau baru mulai pasti pusing dengan berbagai macam persyaratan dan gaya penulisan, he-he

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terima kasih Mas, semoga bermanfaat ya info2 ini 😊
      Memang tidak mudah yaa. Banyak tantangannya. Tp asal mau berusaha pasti ada jalannya 😁

      Delete
  11. Haii mbak, ternyata begitu yaa kelebihan dan kekurang dari penerbit indie.
    Dan nampaknya seusatu yg harus bener bener kita perhatikan adalah mengenai kontraknya yaa. Jangan sampe kita merasa "ditipu" oleh penerbit indie yaa, padahal udah jelas sebelumnya.

    Jadi pertanyaannya adalah, apakah indie itu bahasa Betawi dari India yaak? xxiixiixii

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haai Mas Dodo 😊
      Iya bener mas, harus dibahas jelas dikontrak, apalagi klo mau kerjasama jangka panjang. Kecuali kalau kita cuma mau pesen sebatas jasa cetak diawal aja. Hehehe..

      Nah, ini die itu bahasa betawi sih 🤣🤣 Mas Dodo ada2 aja nih..

      Delete
  12. Kak Thessa, thank you so much insightnya 😍. Aku nggak pernah kebayang seluk beluk dunia penerbitan buku indie sebelumnya, ternyata banyak "hal-hal tersembunyi" yang bisa mengecoh para penulis pemula ya, contohnya yang soal royalti itu 😂. Thank God karena Kak Thessa membahas ini, semoga teman-teman penulis baru yang ingin menerbitkan buku secara indie bisa belajar banyak dari tulisan Kakak 😍. Thank you for sharing, Kak! Ini benar-benar bermanfaat bangettt pengetahuannya 😍

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sama2 Lia, terima kasih juga udah mampir yaa 😍😍
      Iya bener Lia, banyak yg ga ngeh dg royalti itu. Jd aja penerbit ttp memasarkan buku orang itu dg gencar. Sedangkan klo mau dpt untung, penulis disuruh beli sndiri dan jual dg margin sendiri. Nah yg dijual penerbit k orang lain, penulis ga dpt apa2 dong jadinya 😅
      Harapan aku pas nulis ini semoga bs bermanfaat bagi orang lain. Makasii yaa Liaa 💖💖

      Delete
  13. hai mbak Thessa. Jujur, aku beneran buta sama hal beginian, huhu.. Dan ternyata untuk bisa nerbitin buku memang susah-susah gampang ya, mbak. Keknya memang harus milih segala-galanya lebih teliti, biar lebih aman. Soalnya pas aku baca di bagian hak cipta, itu nyesek kalii, huwaa..

    btw, makasih banyak untuk tipsnya ya mbak, tapi aku masih belum begitu berani untuk bikin buku, mau bagusin cerita aja dulu, haha..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Halo Mbaa 😍
      Bener mba, malah kata aku bukan susah susah gampang lagi, tapi susah banget. Hehehhe..
      Nyesek Mba. Bahkan ada penerbit indie yg ga hanya ga membayarkan royalti ke penulis, tp juga honor illustrator ga dibayar2. Kan parah klo begini yaa. Huhu..

      Sama2 Mba. Makasi juga udah mampir. Ayo Mba, kita semangat terus menulis 😊

      Delete
  14. Ini cocok banget sih tipsnya, detail banget ulasannya.
    Milih penerbit indie juga nggak sembarangan, soalnya ada yang paket penerbitannya murah tapi kemampuan bikin cover bukunya seadanya banget. :'D
    Ada juga yang ber-ISBN tapi ternyata ISBN abal-abal, cuma asal tempel buat keren-kerenan.

    Saya pernah nerbitin buku di mayor label, prosesnya emang lama banget. Dulu sampai enam bulanan baru selesai, tapi seru juga kalau dinikmatin.

    Pernah juga ngirim naskah dua tahun dikabarin, ditolak lagi :D

    Terakhir kemarin nyoba nerbitin buku di penerbit indie, alhamdulillah ketemu yang bagus dan harga terjangkau. Dibilang bagus, karena ngeditnya niat, covernya juga keren banget bikinannya. Kali aja ada yang mau kepoin bisa cek IG : @maple.media

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah senang sekali dikunjungin oleh penulis seperti Mas Edo 😁
      Jaman sekarang penerbit indie memang banyak banget, jadi kita harus pinter pinter milih agar jangan sampai dirugikan. Wah parah banget ya Mas kalau sampai ada penerbit yg nempelin isbn palsu seperti itu.

      Nah penerbit Mayor itu yang prosesnya memang agak lama. Saya sendiri belum pernah 😆 hanya mendengar cerita dari teman-teman yang sudah pernah menerbitkan buku. Semoga suatu saat saya juga bisa menerbitkan buku di penerbit Mayor seperti Mas Edo 😊

      Noted, makasi rekomendasi penerbit indienya Mas edo 😊

      Delete