Friday, 14 August 2020

Buku Parenting ala orang Denmark

 

Buku parenting adalah salah satu genre buku non fiksi yang suka saya baca selain buku motivasi. Jadi saat membaca blurb buku The Danish Way Of Parenting (Rahasia orang Denmark Membesarkan Anak) ini, saya langsung tertarik untuk membeli dan membaca. 


Blurb

Selama lebih dari 40 tahun Denmark selalu terpilih menjadi negara paling bahagia sedunia, menurut World Happiness Record oleh PBB. Tak terhitung banyaknya artikel dan kajian yang berusaha memecahkan misteri ini.

Setelah riset bertahun-tahun, ternyata jawabannya sangat sederhana. Ini karena gaya pengasuhan mereka. Filosofi orang Denmark dalam membesarkan anak terbukti memberikan hasil yang cukup efektif: anak-anak yang tangguh, emosi terkendali, dan bahagia. Warisan inilah yang membuat Denmark selalu menempati urutan pertama indeks kebahagiaan seluruh dunia.

Temukan rahasia nyata kesuksesan orang Denmark dalam membesarkan anak-anaknya, dalam buku ini. Namun ingatlah, menerapkan metode ini memerlukan latihan, kesabaran, penyelesaian, dan kesadaran, tetapi hasilnya sepadan karena tujuan kita sebagai orang tua adalah membesarkan anak-anak yang bahagia. Maka, kesuksesan akan menghampirinya pada masa depan kelak.




Blurb nya tampak menarik bukan? Apalagi pada buku ini juga ada kata pengantar dari Ayah Edy, penulis buku parenting yang banyak saya baca buku-bukunya. 

Denmark terkenal dengan orang-orangnya yang bahagia, baik anak-anak maupun dewasa. Wajar saya sampai penasaran apa penyebab orang Denmark begitu bahagia, dan saya berharap bisa menemukan jawabannya pada buku ini. 

Saya bahkan iseng mencari report Happiness Record 2020 yang dikeluarkan oleh PBB pada Maret 2020 ini, dan ini hasilnya : 


Denmark menduduki posisi ke dua setelah Finlandia, negara yang terkenal dengan sistem pendidikannya yang terbaik..


Indonesia berada di urutan 84

Buku ini ditulis oleh suami istri, Jessica dan Iben. Jessica adalah wanita Amerika, dan menikahi Iben yang orang Denmark. Setelah menikah, mereka tinggal di Denmark dan dari situlah Jessica banyak menemukan banyak hal menarik tentang orang Denmark. 

Blurb yang menarik, serta rating di Goodreads yang cukup tinggi, saya berharap banyak sebenarnya saat memutuskan untuk membaca buku ini. Tetapi sayang banyak hal yang membuat saya agak kecewa. Bukannya buku ini tidak bagus, hanya saja mungkin tidak sesuai dengan harapan saya. Saya sebenarnya berharap akan menemukan banyak hal-hal baru yang tidak pernah saya dengar sebelumnya. Belum lagi tulisan Jessica menurut saya agak berbelit-belit sehingga susah untuk mendapatkan intinya. Beruntungnya, setiap akhir bab terdapat ringkasan tentang isi bab yang memudahkan untuk menarik benang merah terhadap isi buku. Satu lagi, yang membuat saya tidak terlalu nyaman saat membaca adalah terjemahannya yang terlalu kaku. Bahkan saya tidak tahu apakah memang bahasa penulis yang berbelit-belit, atau terjemahannya yang kurang efektif.  Ini salah satu contohnya :

Analisis terbaru yang setara dengan riset dua dekade pada efek jangka panjang tentang hukuman fisik kepada anak-anak menyimpulkan bahwa tabokan tidak hanya tidak berhasil, tetapi ini benar-benar bisa mendatangkan malapetaka bagi anak-anak pada perkembangan jangka panjang - hal 101

 

Padahal menurut saya, kalimat di atas bisa lebih mudah dimengerti kalau ditulis seperti ini : 


Analisis setara riset terbaru selama dua dekade tentang efek jangka panjang hukuman fisik kepada anak-anak menyimpulkan, pukulan tidak akan berhasil, malah bisa mendatangkan malapetaka pada perkembangan jangka panjang anak. 

 

Kenapa sih harus menggunakan kata 'ditabok'? Padahal memukul juga udah cukup, kan? 😅

Ini menurut saya, mungkin juga tidak semua orang merasakannya. Mungkin hanya sebatas masalah selera saja.


Baca juga tulisan saya tentang buku Ayah Edy

Ayah Edy Menjawab


Terlepas dari sisi penulisan, menurut saya buku ini memiliki banyak hal yang bisa kita ambil pelajarannya. Jadi, rahasia untuk menambah kebahagiaan anak-anak dan orang tua ala Denmark menurut penulis dapat dibagi menjadi 6 point, yang disingkat dengan PARENT  

 

1. P for Play (Bermain)

Namanya anak-anak, mereka harus dibiarkan bermain dengan bebas dan mengembangkan imajinasinya. Jadi jangan melulu belajar. Karena melalui bermain anak juga bisa belajar banyak hal. Kita sebagai orang tua, harus menstimulus kecerdasan dan kebahagiaan anak melalui bermain. Jangan lupa saat bermain bersama anak-anak, kita harus bersunggung-sungguh. Jangan malah kita duduk bersama mereka, tapi fikiran kita sibuk dengan HP atau yang lainnya. 


Bermain membantu membangun pusat kendali internal, memberikan kepercayaan diri kepada anak dengan kemampuan mereka sendiri, yang secara kuat meletakkan fondasi kebahagiaan - hal 144


2. A for Authencity (Keaslian)

Anak-anak di Denmark itu sejak kecil diajari untuk jujur pada diri sendiri dengan cara mengenali setiap emosi yang dirasakan. Pada buku ini dijelaskan bahwa semua emosi itu baik. Dengan mengajari anak jujur pada diri sendiri, akan menumbuhkan karakter yang kuat. Kalau di sini kayaknya kita jarang belajar tentang ekspresi ya saat di sekolah? 

Pada Authencity ini juga kita membuat anak percaya diri menjadi dirinya sendiri tanpa mebanding-bandingkan dengan orang lain. Caranya dengan menerima segala ekspresi anak, dan mengajaknya belajar untuk mengatasi emosinya. 

 

3. R for Reframing (Memaknai ulang)

Pada Reframing ini kita diajak untuk melibat segala sesuatu dari berbagai sisi. Misalnya saat anak malas, kita jangan langsung melebeli anak dengan Anak Pemalas. Cobalah liat dari sisi lain apa yang membuat itu terjadi. Jadi langsung mengkotak-kotakan anak-anak, karena hidup tidak selalu hitam putih kan. Gunakan juga bahasa yang suprotif, kapan perlu tambahkan humor, untuk membantu anak memaknai ulang. 


4. E for Empathy (Empati)

Pada bagian ini kita diajarkan untuk mengajak anak berpikir sendiri terhadap hal-hal yang berada di sekelilingnya. Misal saat ada anak lain meminjam mainan mereka, kita tidak perlu memaksa anak untuk langsung berbagi. Tetapi membiarkan anak melihat efeknya sendiri jika ia tidak berbagi. Sehingga nanti ia bisa memutuskan sendiri, melihat orang lain sedih apakah ia akan berbagi atau tidak. Menyambung dengan poin lainnya, intinya kita harus memahami perasaan baik perasaan diri sendiri maupun perasaan orang lain.


5. N for No Ultimatums (Tanpa Ultimatum)

Mendidik anak jangan pake kekerasan, baik verbal maupun fisik. Kalau ini menurut saya wajib ya. Udah ga jaman lagi mendidik anak pakai ancaman, apalagi pukulan. Jadi bagaimana caranya agar anak nurut tanpa ancaman? Ini PR panjang kita sebagai orang tua. Kita harus terlebih dulu bisa menjadi sosok yang dihormati dan dipercaya anak, sehingga ia mau menuruti apa yang kita sampaikan.. Kita pun harus lebih demokratis dengan anak, menyertakannya dalam pendapat dan mengambil keputusan. Sehingga anak juga merasa dipercaraya.


6. T for Togetherness (Kebersamaan)

Ini sebenarnya mirip dengan kebiasaan orang Indonesia, terutama jaman dulu, Orang Denmark itu hobi ngumpul-ngumpul. Menghabiskan waktu bersama keluarga setiap malam, acara bareng keluarga, bahkan kumpul dengan keluarga besar. Jadi kekeluargaan ini ternyata membuat anak-anak tumbuh lebih bahagia loh.. Mumpung lagi #dirumahAja, cobalah manfaatkan waktu untuk berkualitas bersama keluarga, agar anak-anak menjadi lebih bahagia.

 

Jadi itu kurang lebih beberapa hal pada buku ini yang menjadi pengingat bagi diri saya sebagai orang tua. Jadi, apakah saya merekomendasikan buku ini? Tentu saja. Gaya tulisan itu masalah selera, tetapi manfaat pada buku ini bagus kok. Eh, tapi saya merekomendasikan, kalau bisa lebih baik baca versi asli yang Englishnya aja kali yaa.. 😁


3,5 bintang untuk buku Parenting ala orang Denmark ini






Judul : THE DANISH WAY OF PARENTING

Penulis : Jessica Joelle Alexander & Iben Dissin Sandahl

Penerbit : Bentang Pustaka

Cetakan ke 3, Oktober 2018

ISBN 978-602-426-094-1

 

44 comments:

  1. Saya malah belum pernah baca buku parenting, ngga tahu kenapa malah kurang sreg saja, padahal bagus ya buat mendidik anak agar bisa bahagia nanti.

    Masalah terjemahan yang kurang pas mungkin karena kurang paham bahasa Indonesia jadinya pakai google translate kali ya.😂

    ReplyDelete
    Replies
    1. Belajar parenting kan ga hanya dari buku parenting Mas Agus, saya yakin walau ga baca buku parenting mas agus ilmunya udah lbh mumluni dr saya yg masih baru belajar jd ibu 😁

      Nah itu mas agus, masa sekelas penerbit bentang pustaka terjemahannya gini.. huhu..

      Delete
    2. Wkwkwk sama saja sih mbak, soalnya saya lebih sering main hape dan kuli daripada ngurus anak. Ya sih kalo libur kuli paling baru ngurus anak.

      Orang Denmark dan negara Nordik lainnya sering masuk sebagai negara paling bahagia, padahal sekolahnya juga baru tujuh tahun, kerjanya juga hanya lima hari tapi kok bisa begitu ya.

      Delete
  2. Buku parenting adalah buku yang belum pernah saya baca tapi lumayan sering saya beli untuk hadiah teman-teman saya yang punya anak 🙈 jadi ingat dulu pernah beli buku parenting style ala Perancis apa ya yang lumayan terkenal 🤣 ada juga yang ala Korea, ala Jepang, terus jadi sadar tiap negara punya cara bahagia personal. Mungkin one day, besar harapan saya, mba Thessa bisa menulis buku parenting ala Indonesia, menjadikan anak-anak bahagia 🥳

    Eniho, habis baca list negara bahagia di atas, ternyata negara scandi kebanyakan di barisan terdepan ya, mba 😆

    ReplyDelete
    Replies
    1. Setuju Mba Eno, setiap negara punya keunikan masing2 untuk gaya parentingnya.. Wah parenting style Prancis apa bukunya Mba? Aku jadi penasaraan pengen baca jugaa.. 😁

      Yaampun mba, aku mah penikmat buku parenting aja, ilmunya ga cukup kalau sampai nulis. Hehehhe.. aku nulis cerita receh2 gini aja lah 😁

      Bener Mba Eno, kebanyakan negara nordik, plus ada New Zaeland juga tp. Negara yg memang quality time orang2nya luar biasa. Yg aku bingung, di negara2 itu orng tua nya jarang lembur, cuti melahirkan diberikan sangat panjang, tp pendapatan per kapitanya tetap tinggi. Semoga suatu saat Indonesia bisa kayak gitu juga yaaa.. 😍

      Delete
  3. Dari kesemua hal yang diulas di buku parenting ini, ada fakta mengejutkan ternyata Denmark dapat gelar negara paling bahagia sedunia ..
    Itu wow banget!.

    Point nomor 4 paling aku sependapat.
    Kalau sedari kecil seorang anak sudah diajari empati, sangat mungkin ia akan lebih peka dengan keadaan apapun dan dengan sendirinya ia terbentuk jiwa sosial yang baik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya bener Mas Himawan, Denmark selalu pada urutan awal negara paling bahagia di dunia, Indonesia masih di urutan 84. Semoga suatu saat bisa makin naik 😁

      Iya, empati memang perlu diajarkan dr kecil. Kita tidak perlu mendikte anak untuk jd peduli, tp dengan dia berempati dia otomatis akan merasa pedulu dg sekelilingnya dan ga tumbuh jd anak yg acuh..

      Delete
  4. Kenapa harus pakai kata "ditabok" ya, kak? Aku bacanya juga kurang sreg, mungkin biar feel-nya lebih berasa? Huahahaha.

    Btw, terima kasih atas review dan ringkasannya kak. Ini bisa banget jadi bekal aku nanti kalau kelak menjadi orangtua :D
    Bisa belajar ilmu parenting dari negara yang mayoritas penduduknya bahagia adalah salah satu privilage menurutku. Semoga bisa diterapkan juga oleh kak Thessa ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kan Lia, berasa aneh pakai kata ditabok, ga hanya 1 kalimat, hampir di seluruh bab No Ultimatum dia pake istilah itu.. 😅

      Sama2 Lia, makasi juga ya udah mampir 😊 Amin, semoga bisa menerapkannya walaupun pasti butuh proses. Jd orang tua ternyata proses belajar yg panjang, da ga ada sekolahnya lagi. Hehehe.. jd hrs nyari2 ilmu dr berbagai sumber 😁

      Delete
  5. Keaslian dan ultimatum kayaknya jadi dua hal yang sering berbeda di sini...

    masyarakat komunal punya standar norma yang disepakati bersama oleh anggotanya, dan sedari kecil mereka "diminta" untuk menjadi "orang baik" dengan standar "yang disepakati" tersebut. Tuntutan menjadi baik sejak kecil kadang membuat "keaslian" yang unik sebagai pribadi menjadi kesulitan muncul, digantikan tuntutan "menjadi baik" berdasar standar komunitas.
    Biasanya tuntutan "menjadi orang baik" tersebut disertai ultimatum.

    Dan, buku dengan terjemahan yang buruk memang bikin pusing... :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Bener Mas, di sini kita seperti sudah distandar harus bersikap apa. Termasuk juga kakak harus ngalah kalau adik minjem mainan kaka, simply because they are older. Padahal kan ga harus begitu caranya. Tiap anak harus dimengerti perasaannya mau dia anak sulung atau bukan. Dg begitu dia juga akan belajar lbh mengerti perasaan orang lain..

      Hahaa, iya bikin pusing.. entah aku nya aja, atau memang krna gaya bahasanya ga sesuai selera. Soalnya banyak orng lain yg merekoemndasikan buku ini sebenarnya.. 😁

      Delete
  6. Huhuhu sayang sekali yaa, versi terjemahannya ternyata kurang sreg untuk dibaca ): padahal udah cukup lama melihat beberapa parents yang merekomendasikan buku ini. Udah lama penasaran juga tapi untung belum beli ^^;

    Negara Denmark (dan beberapa negara tetangga lainnya) memang terkenal sekali dengan kualitas hidup mereka ya. Aku juga sempat mengagumi kebiasaan hidup mereka lewat buku Hygee dan Lagom. Kalo gaya parenting luar negeri, kebetulan aku baru baca Bringing Up Bebe yang hitsss banget di masanya 😆 Beberapa metode bisa dipraktikkan sih yaa sesuai dengan kebutuhan kita masing-masing. Seperti rangkuman Mba Thessa di atas dari buku parenting ala Denmark, aku setuju dengan semua poinnya, khususnya tentang bermain. Mengingat anak zaman sekarang orientasinya mengejar pendidikan sejak dini.

    Terima kasih Mba Thessa untuk review singkatnya (:

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Mba, buat aku agak kurang sreg. Tp tiap orang kan beda2, aku soalnya liat banyak yg suka n ngerekomendasiin buku ini (yg versi terjemahan).

      Hygee and Lagom kayaknya menarik ya Mba. Itu lebih ke kehidupan orang Denmark secara umum ya Mba? Kalau ini kan lbh spesifik untuk mendidik anak, walau tetap bisa diterapkan juga secara umum.
      Bringing Up Bebe ini jangan2 buku parenting ala Prancis yg dibilang Mba Eno di atas ya.. Pengen baca deeh 😍😍Aku malah belum baca. Selama ini parenting aku bacanya banyaknya buku lokal soalnya. Minim referensi kalau buku parenting luar 😁

      Terima kasih juga ya Mba Jane udah mampir dan membaca inin💖💖

      Delete
  7. i love the way they take care of their kids . they used good words and show good attitude , since we know parents would automatically become role model for their child . sadly i dont really see this in my country . thats why i believe , kids must be loved , they dont deserved to be stressed out with such age . Nowadays i keep on wattching The Return Of Superman and i love the way they patienly treat their kids , its cute and warming my heart.

    salam dari malaysia :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yes, you're right! The parents in Denmark give good example to their children. Children see, childreen do. That's why good parenting will affect much to children.
      In your country, and mine, we here still try to figure it out how is best way to rise our children. While here people still busy to earn enought money to eat, in rich country like Denmark they focus to people development..

      The Return of Superman, the korean reality show right? I love the show too, the kids (and dads) are so cute 😁

      Thank you for visiting my blog. Salam dari Jakarta 😊

      Delete
  8. Walaupun saya belum jadi mamak-mamak saya juga mau belajar soal parenting😁 lebih cepat lebih baik.
    Kadang terjemahan emang nggak jelas mbak, waktu baca buku harry potter yang terkakhir, terjemahannya tuh acak-acakkan jadi bikin saya males dan nggak paham ceritanya. Seandainya bisa bahasa inggris memang lebih baik ya mbak... Saya mah bisanya bahasa jawa dan indonesia.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Lebih cepet lebih baik. Keren Mba Astria. Hehehe.. aku dulu baru nyentuh buku2 parenting pas udah punya anak malah 😅
      Tp pas baca, sbnrnya parenting itu lbh banyak ngejelasin gimana kita bersikap, dan menjadi orang lebih baik. Jd sebenrnya cocok bgd buat seluruh usia..
      Wah terjemahan HP yg terkahir acak2an ya Mba? Aku ga terlalu ngeh. Mungkin krna aku udah baca duluan yg bahasa inggris (efek penasaran, tp terjemahannha blm terbit). Abis itu baru aku baca yg versi terjemahannya. 😁

      Delete
  9. Buku Parenting dan buku motivasi adalah jenis buku yang saya belum tertarik baca. Tapi seneng sih baca blog post parenting blogger. Mungkin karena kalau blogger itu banyakan nulisnya berdasarkan pengalaman pribadi dan tulisannya relatif singkat dibandingkan kalau baca buku kali yaa... :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hichaaa, akhirnya berhasil post ya komennya 😁
      Ca klo buku motivasi itu efek pas kuliah banyak temen2 yg baca buku motivasi, jd aja ikut2an. Eh keterusan 😁 Samaa, ca jg suka baca postingan orng2 tntng parenting, kaya jd nambah masukan aja buat nemenin 3T 😁

      Delete
    2. Curiganya karena re-captcha deh, ca.
      Kemaren itu komen pake HP ga ada re-captcha, pas yang masuk ini ada.

      Btw, jadi bingung sama ica bagusnya pake bahasa minang atau bahasa indonesia ya... :))

      Delete
  10. Exactly the book I need at the moment. Segera saya pesan bukunya mbak. Sangat jarang soalnya punya buku parenting, hehehe. Paling punya buku bagaimana anak saat demam atau sakit sakit ringan lainnya. Untuk parenting, sempat beli buku ttg Montessori cuma terlalu berat untuk saya selesaikan. Saya akan segera pesan, terima kasih Mbak Thessa atas reviewnya

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah senangnya postingan ini bermanfaat 😍 Semoga bisa berkesempatan baca ini segera ya Mas Cipu, plus bs memetik banyak manfaatnya.
      Montessori juga aku suka, dulu pas anak pertama banyak dipraktekin permainan montesori. Tp skrng anak ke 2 dan ke 3 udah ga sempet lg buat bebikinan montesori, eh beruntungnya, adik2nya malah lbh banyak belajar dr basic home chores.. 😁

      Delete

  11. Sejujurnya, buku parenting adalah buku yang selama ini sangat jarang aku sentuh Mba Thessa, berbeda dengan kebanyakan ibu-ibu muda masa kini yang salah satu cekelannya adalah buku parenting, aku bisa dikatakan sangat jarang bisa tertarik dengan buku parenting kyaaaaaa...mamak macam apa aku ini uhuhu....🤣😆.. Tapi emang kalau baca buku parenting kepalaku mendadak butuh usaha ekstra untuk mencernanya mba thessa, mungkin memang nonfiksi itu terlalu berat buat otakku haha...
    jadi aku lebih suka fiksi ketika dihadapkan dengan pilihan fiksi atau nonfiksi termasuk di dalamnya parenting....😄

    tapi terlepas dari itu, pemberian score 3,5 dari 5 bintang, berarti lumayan juga ya mba thessa...tentu buku-buku seperti ini bisa menambah pengetahuan dari sisi ilmunya orang Denmark yang sudah tervalidasi kualitas kebahagiaannya dalam hal membesarkan anaknya. Point-point yang dibreakdown dalam kata P-A-R-E-N-T mempunyai makna yang sangat dalam dan bisa menjadi bahan kajian ataupun sinau untuk kita para orang tua dalam hal mengemban amanah dan tanggung jawab kepada buah hati tercinta ^__^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Syamaaaahhhhh hahahaha.
      Cuman bedanya saya masih sering membaca tulisan parenting, meski ujung-ujungnya, 30% dipraktikan, 70% hanya pengingat doang hahahahaha.

      Tapi, kalau ada tulisan parenting yang bahasanya lebih ke bercerita, saya lebih suka.
      Paling nggak bisa cerna tuh kalau ada tulisan parenting, yang cuman memberikan ilmu yang hanya berlaku buat 1 kondisi, sementara kondisi tiap orang itu berbeda-beda.

      Akhirnya yang kondisinya tidak seperti yang digambarkan itu, berasa dihakimi :D

      Delete
    2. Ga hanya Mba Nita kok, aku pun kli disuruh milih fiksi atau non fiksi, pasti aku milih fiksi duluan 🤣🤣
      Tapi belajar parenting kan ga hrs dr buku Mba, aku yakin walau ga baca ini Mba Nita udah jago ilmu parentingnya 😍😍 klo aku, udah baca ini itu prakteknya maaih aja ambyar 😅

      Iya, bagus kok isinya Mba Nita. Walau beberapa poin agak bikin aku mikir, kira2 cara aplikasinya gimana ya.. krna bener kata Mba rey, kadang yg disampaikan belum tentu semuanya pas dipraktekkan dalam kondisi kita. Belum lg prakteknya ga segampang teori. Toos Mba Rey 😁

      Delete
  12. Btwwww.... saya udah sering banget baca judul buku ini, dan ayo tebak apa yang lucu.
    Saya baru ngeh dong kalau Danish ini means Denmark hahahaha.

    Kiraiiinn, Danish nama orang, *plak!

    Pengen baca sebenarnya, tapi si Rey ini ngomong pengen doang, kenyataannya baru pegang buku, ngantuk, malah lebih milih nonton filem, ckckckckck.

    Kalau menurut saya mendidik anak itu PR yang amat sangat panjang, yang sebenarnya kalau mau mulai memutus rantai pengasuhan salah, siapkan ortunya dulu, baru deh anaknya hadir.

    Saya kebalik, learning by doing banget.
    Alhasil, anak-anak babak belur dengan mental mamaknya yang memang masih membawa luka batin tersendiri.
    belum bisa berdamai dengan masa lalunya, ditambah dijodohkan dengan lelaki yang juga sama.
    Nggak mau berjuang untuk lebih baik.

    Nggak heran, menerjemahkan semua ilmu parenting itu suuuliiiiitttttt banget, jauh lebih sulit dari soal integral berlapis hahahaha

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hahaha, jadi ngiranya malah nama orang ya Mba Rey 🤣🤣 Kalau aku malah tiap denger Danish, yg ada dipikiran langsng Danish Batter Cookies 😂

      Iyaa, mendidik anak itu PR panjaaang, belajarnya seumur hidup. dan bener yg hrs disiapka itu orang tuanya. Sayangnya dr dulu kita bahkan ga dibekali hal2 semacam ini kan. Beruntungnya di era informasi skrng kita bs gamoang dpt ilmu dr mana aja, bahkan dr film..

      Semangat Mba reey, aku yakin anak2 Mba rey pasti tumbuh jd anak yg lbh empati dan bermental baja krna dibesarkan oleh seorang ibu yg bisa Authentic dg perasaannya.

      Yaampun integral berlapis, aku kan jd inget pelajaran kuliah. Tooos sebagai sesama anak teknis 😁

      Delete
    2. Hahahahhaah, lah kok jadi pengen makan biskuit jadinya :D

      Aamiin, semoga anak-anak bisa mengerti, kalau mamaknya juga berjuang untuk jadi ibu yang baik, semoga mereka juga nggak membawa luka batin, minimal bisa diminimaliskan bekas-bekas babak belurnya, aamiin :)

      Delete
  13. Sesungguhnya saya punya beberapa buku parenting Mba, bukunya udah saya beli semenjak saya lulus sekolah (biar bisa memahami adik-adik saya juga). Tapi buku bergenre ini adalah buku yang paling jarang saya baca, karena lumayan bikin jenuh hihihi, akhirnya saya lebih banyak beralih ke metode visual ato nonton acara kayak the nanny, 911 dan sejenisnya, biar lebih melekat di otak, dan gak capek mengingat-ngingat, kalopun sekedar hiburan saya memilih membaca chicken soup for teenager aja, baca pengalaman orang-orang. Karena teori dari buku itu bikin saya jadi menggampangkan masalah parenting, mengabaikan bahwa prakteknya di lapangan itu ternyata sangat sangat jauh lebih berat. 😂😅😪

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah luar biasa mba udah baca buku parenting sejak lulus sekolah 😍 Tapi memang visualisasi parenting lbh gampang dimengerti. Aku juga sula nonton Nanny 911. Tp karena waktunya aja aku agak susah 😆😆

      Prakteeknya susaaah bener mba. Aku baca ini itu, prakteknya paling cuma sekian persennya. Hahaha. Inget teori, pas praktek suka ambyar klo aku 😅

      Delete
  14. Jujur yaaa, kadang kalo Nemu buku terjemahan yg ditranslate berbelit2, aku juga jadi ga enjoy mba. Ga bisa nangkep intinya, dan malah jd puyeng sendiri. Malah mendingan baca buku asli, walo mungkin lebih mahal sih.

    Tadi bca poin2nya, sekilas memang gampang yaa :D, tp kenyataan butuh effort dan kesabaran lebiiiih untuk bisa sukses ngelakuin :D. Aku msih bingung am poin 5, No Ultimatums. Aku ga prnh ngelarang anak2 bermain. Justru sbnrnya dibanding Kaka iparku, aku cendrung ngebebasin anak2. Aku ga paksa utk masuk ke berbagai macam les, dan bebasin mereka mau fokus di pelajaran mana yg paling mereka kuasai.tp kadang aku masih ksh ultimatum ato sedikit ancaman kalo mereka nya sedikit menyimpang :D. Trutama yg menyangkut agama.

    Susah untuk ga mengultimatum, tapi aku bakal coba kalo memang lebih membuat mereka disiplin dan bahagia nantinya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pusing mba bener bacanya. Bacanya jg jd lama krna kaya kita susah nangket intinya 😆

      Kalau no ultimatum, jd sbnrnya lebih ke akumulasi kelebihan2 lain di parenting Denmark yg bikin anak2 merrka lebih penurut. Ga perlu marah2, anak merrka biasanya udah ngikutin karena tau konsekuensi kalau tdk melakukannya. Naaahh, pd prakternya kan ga segampang itu. Hahaha.. pasti adalah moment2 anak ga mau dikasi tau n ga nurut, walau intensitasnya dikit kaan..

      Aku jg kalau masalah agama ga ada kompromi mba 😆😆

      Delete
    2. Nah iya kan, kalau terjemahan bahasanya juga aneh, mungkin juga yang nerjemah lelah, sampai-sampai terjemahnya terlalu kaku :D

      Delete
  15. Saya jarang baca buku parenting, sekalipun baca paling dari novel Sabtu Bersama Bapak karya Adhitya Mulya. Itu novel keren. Kalaupun mau dipaksa-paksain masuk parenting, mungkin bacaan saya mentok Psikologi Keluarga saja. Itupun karena kebutuhan riset waktu itu

    ReplyDelete
    Replies
    1. Aku malah belum baca Sabtu Bersama Bapak, mas rahul. Sedih kan katanya? Entah kenapa aku makin kesini makin menghindari membaca buku sedih, bawaannya mellow terus walau abis baca. Jd lbh milih buku2 lucu2 kalau fiksi.
      Pasti banyak pesan2 parenting yg diselipkan Adhitya Mulya di bukunya yaa..

      Psikologi keluarga juga menarik. Ada rekomendasi buku psikologi keluarga bagus buat kubaca ga Mas Rahul?

      Delete
    2. Sabtu Bersama Bapak keren. Menurut saya, itu bacaan dan tontonan untuk setiap orang. Mulai dari anak sampai orangtua.

      Saya ngga banyak baca juga, tapi saya sempat baca Psikologi Keluarga karya Drs Save M Dagun

      Delete
  16. Good afternoon, how are you? I'm Brazilian and I'm looking for new followers for my blogspot and I will also follow you for sure. New friends are also welcome.

    https://viagenspelobrasilerio.blogspot.com/?m=1

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hi! Thanks for the offer, but I'm sorry I can't understand Brazilian Language in your blog

      Delete
  17. Saya ada beberapa kali baca buku2 parenting, cuman lebih miringnya ke psikologi..
    Iya y, memang kalo bahasa yg di translate berbelit2 yang ada kita baca malah dibuat
    pusying :)

    Artikel parenting di atas ada banyak hal penting untuk dipelajari, terutama utk
    yang sudah berumah tangga dan memiliki anak.

    Thanku y mbak tulisannya sangat bermanfaat.

    Salam kenal ya mbak Tessa.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Salam kenal Mba, terima kasih sudah mampir 😊

      Psikologi parenting juga menarik. Aku soalnya entah kenapa akhir2 ini suka pengen tau tntng psikologi. Efek banyak baca postingan psikologi n mental health. 😅 Ada rekomendasi buku psikologi ringan yg menarik Mba?

      Delete
  18. wah boleh ini kapan2 baca buku pasangan suami istri ini, keren juga isinya bisa mengingatkan kita sebagai orang tua, ya meskipun blm berkeluarga tp rasanya buku ini cocok ku baca mengingat aktivitas sehari2 bertemu sama anak2, walapun skrg PJJ gegara pandemi :(

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah cocok banget mba, apalagi kalau sering berinteraksi dengan anak2 😊 Iya ya, PJJ bikin banyak keterbatasan, semoga aja pandemi ini cepat berlalu yaaa..

      Delete