Dalam memilih bacaan fiksi, sering kali kita dihadapkan pada pilihan: menikmati sweet lies atau menghadapi ugly truth. Sweet lies itu kayak buku-buku bergenre romansa metropolitan, dengan latar mewah, karakter sempurna, dan akhir bahagia, dan jenis ini jelas masih mendominasi rak toko buku. Tak heran, karena hidup sudah cukup berat, dan banyak pembaca mencari pelarian, mimpi, dan kenyamanan dari cerita-cerita seperti itu. Sejujurnya, saya pun juga suka banget sama cerita-cerita manis kayak gitu. Hidup udah capek dan pahit, masa baca cerita juga yang bikin tekanan batin kaaannn.. Hehehe😁. Mungkin ini juga yang membuat saya sempat maju mundur dan mundur terus buat baca buku Sisi Tergelap Surga ini awalnya.
Sisi Tergelap Surga karya Brian Khrisna memilih jalur fiksi yang berbeda, ia menolak membungkus kenyataan dengan kemewahan dan glitter. Buku ini justru menyajikan kenyataan mentah yang kadang sulit kita terima, tapi ternyata tetap menarik untuk dibaca (walau beberapa kali harus narik napas panjang pas bacanya 😆)
1. Menyoroti Realita Kaum Marginal Jakarta
Alih-alih tokoh CEO tampan atau cewek cantik dengan karier gemilang yang tinggal di apartemen mewah, Brian Khrisna mengajak kita menyelami dunia para penghuni sudut kota yang sering tak terlihat. Di dalam buku ini, kita bertemu preman terminal, pekerja seks komersial, badut jalanan, bandar judi, tukang nasi goreng, cleaning service dan berbagai kondisi lainnya. Mereka bukan tokoh cerita yang biasa kita temui, tapi justru merekalah yang mewakili sebagian besar realitas kota besar seperti Jakarta. Kalau dihitung-hitung, mungkin orang yang hidup dengan taraf seperti itu bisa lebih banyak dibanding orang yang bisa sukses saat melangkah di ibu kota ini.
Melalui cerita mereka, pembaca diajak melihat betapa kerasnya hidup di pinggiran, dan betapa sistem sosial yang timpang sering kali tak memberi ruang bagi mereka untuk bermimpi. Buku ini adalah wajah Jakarta yang menurut saya wajib banget dibaca sama orang yang ingin meninggalkan kampung halamannya karena sempat silau dengan gemerlap Jakarta. Jakarta itu keras, Bung! 😿
2. Bahasa yang Vulgar dan Apa Adanya
Salah satu hal paling mencolok buat saya dari Sisi Tergelap Surga adalah keberanian Brian Khrisna dalam penggunaan bahasa. Bahkan saya kaget, sepertinya baru ini buku GPU yang saya baca berani menggunakan bahasa sevulgar ini 😆. Bukan hanya ceplas-ceplos, tapi kadang benar-benar vulgar dan kasar. Penyebutan alat kelamin, umpatan, dan istilah sehari-hari di dunia jalanan hadir tanpa sensor. Tidak hanya pilihan kata, kadang beberapa kejadian juga digambarkan terlalu gamblang (Contohnya saat salah satu tokohnya yang berprofesi sebagai manusia silver jalanan dis*d*mi oleh salah satu bosnya 😱😭)
Membaca buku ini seperti mendengar langsung suara-suara dari lorong gelap Jakarta. Saya pribadi beberapa kali harus berhenti sejenak, menarik napas, bahkan merasa ngilu—bukan karena tidak suka, tapi karena realitas itu terlalu keras untuk dihadapi terus-menerus. Tapi di situlah letak kejujuran dan kekuatan buku ini: ia tidak memoles kenyataan agar nyaman dikonsumsi, tetapi menampilkannya dengan apa adanya.
3. “Usaha Tidak Mengkhianati Hasil”?
Ada pepatah yang sering kita dengar: Usaha tidak akan mengkhianati hasil. Namun, Sisi Tergelap Surga seperti mengajak kita mempertanyakan ulang kalimat tersebut. Dalam kehidupan nyata, terutama bagi mereka yang hidup di lapisan bawah, sekuat apa pun mereka berusaha, hasil belum tentu mengikuti. Beberapa tokohnya bekerja siang malam, tapi tetap terperangkap dalam kemiskinan, kekerasan, dan lingkaran setan kehidupan kota. Harapan tidak selalu datang. Buku ini menunjukkan bahwa dalam hidup, keadilan itu tidak merata, dan kadang satu-satunya yang bisa kita lakukan adalah belajar untuk ikhlas—bukan menyerah, tapi menerima.
Yang agak membuat adem, masi ada beberapa tokoh yang mendapatkan akhir bahagia. Makasi yaa, Brian Khrisna! Setidaknya pas beres baca, saya masi ada rasa lega-leganya dikit. Hahaha.. 😉
4. Kesadaran Lebih Penting daripada Pelarian
Apa yang membuat Sisi Tergelap Surga begitu kuat bukan hanya isinya yang penuh luka, tapi juga efek reflektif yang diciptakannya. Buku ini tidak memberi pelarian atau kenyamanan seperti banyak fiksi lain, tapi buat saya pribadi malah memberikan kesadaran. Kesadaran bahwa hidup tidak adil bagi semua orang. Bahwa perjuangan tidak selalu berbuah manis. Bahwa sistem sosial kita masih menyisakan begitu banyak luka yang tidak terlihat.
Kesadaran dan keberanian untuk melihat realitas sebagaimana adanya dan tanpa filter itu ujunganya bisa menhadirkan empati. Para tokoh di buku ini pun mengajarkan, bahwa kalau memang keadaan sekejam itu sampai tidak bisa diubah, maka tidak ada gunanya lagi untuk lari. Yang bisa dilakukan hanyalah iklas dan menjalaninya sebaik yang kita bisa😊.
5. Cocok Dibaca untuk Belajar Menulis Backstory
Novel Sisi Tergelap Surga ini memiliki banyaaaak sekali tokoh. Masing-masing tokoh memiliki benang merah karena sama-sama tinggal di sebuah sudut Jakarta yang keras. Ada yang memang dari awal digambarkan kelakukannya udah jelek bin biadap banget dari awal, ada juga yang karena keadaan memaksa mereka menjadi para pendosa.
Jumlah karekter yang banyak, dengan backstory masing-masing ini menurut saya, Sisi Tergelap Surga cocok banget dibaca buat kamu yang masi belajar menulis novel. Karena karakter yang kuat biasanya dibentuk oleh cerita dan kisah hidup dibaliknya. Karakter dengan backstory kuat ini juga biasanya lebih mudah kena ke hati pembaca, karena tidak ada orang yang tiba-tiba jadi jahat begitu saja kaann..
***
Dengan semua kelebihan dan kekurangan buku ini, saya akan memberikan rating 3,7 bintang. Buku ini saya rekomendasikan ke kamu yang ingin bacaan berbeda, (selama kamu tidak masalah ditampar bolak balik oleh kenyataan 😁)
Penulis: Brian Khrisna
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit: November 2023
ISBN : 9786020674384
304 Halaman
0 komentar:
Post a Comment