Topi Hamdan, saya awalnya tidak berharap banyak saat membaca buku ini, karena biasanya novel lokal yang cocok dengan selera saya masih seputaran romance dan cinta-cintaan. Sedangkan Topi Hamdan menyajikan cerita yang sangat berbeda dari buku yang biasa saya baca. Saat menyelusuri lembar demi lembar, saya teringat Hassan dari novel Kite Runner. Dari kecil sampai usia senja sudah menderita, difitnah dan tidak dicintai..
Hamdan telah kehilangan ayahnya saat kecil, sang Ibu kemudian menikah lagi dan menjadikan Hamdan harus hidup bersama Ayah dan saudari tiri yang jahat. Hidup dalam kemiskinan, Hamdan dipaksa kerja ini itu sampai putus sekolah saat SMP. Ibunya juga meninggal saat dia masih SMP. Sejak itu Hamdan terus hidup bersama Ayah dan saudara tirinya. Pada puncaknya, di umur 41 tahun Hamdan difitnah membunuh ayah tiri nya dan harus mendekam 30 tahun dipenjara. Buku ini terus bercerita tentang Hamdan yang tetap berusaha di hari senja, 71 years old and still going..
Apa yang membuat Hamdan tetap mampu bertahan? Karena pesan dan dongeng-dongeng ibunya. Semasa hidupnya, ibu Hamdan selalu menceritakan kisah-kisah penyemangat tentang binatang, pohon, kurcaci dll
"Tapi sabar itu ada batasnya!" Hamdan membela. Ia tak mau terus ditindas seperti ini. Inginnya melawan. Memberi pelajaran ayah tiri Hamdan agar tidak semena-mena.
"Kau tahu dari mana sabar ada batasnya?" tanya ibu pelan. Hamdan tak menjawab. Memang tak tahu.
"Kalau kita bisa mengukur batas kesabaran kita. Kau benar, sabar berarti ada batasnya. Tapi nyatanya apa kita bisa?"
Pada buku ini, tidak ada karakter yang bisa membuat saya jatuh cinta. Hamdan, terlalu sabar, dia bahkan tidak melancarkan protes apa-apa saat difitnah dan dijebloskan ke penjara. Sikapnya pun tidak mencerminkan usianya, mungkin karena menjalani 30 tahun di penjara yaa. Jadi saat ceritanya bergulir di umur Hamdan yang 71 tahun, saya sulit sekali membayangkannya di usia itu, entah dari cara bicaranya, sikapnya dan entahlah saya juga tidak tau pasti. Melisa, malaikat penyelamat di hidup Hamdan, juga tidak berhasil menarik hati saya. Melisa terasa seperti orang lewat, tidak terasa ikatannya. Padahal kemunculan pertama Melisa adalah di sepertiga awal buku, tapi tetap saja saya merasa asing dengan karakternya. Begitu juga karakter-karakter lain, tidak ada yang digali terlalu kuat (kecuali Hamdan) sampai kita tidak diberikan kesempatan untuk mengagumi karakternya. Atau bisa juga karena setiap karakter tidak mempunyai sifat menonjol yang membuatnya 'unik' dan gampang diingat.
Saya tidak terlalu menyukai karakternya, tapi cerita Topi Hamdan membuat saya penasaran saat membacanya, tidak sabar mengetahui apa yang akan terjadi pada Hamdan. Saat berhasil menyelesaikan cerita, I feel satisfied, it is a good book and I like it. 3,5 bintang untuk buku Topi Hamdan.
Oiya, kenapa judulnya Topi Hamdan, itu karena Hamdan sangat suka menjahit, terutama menjahit Topi Pelukis seperti di covernya.
Penulis : Auni Fa
Editor: Iswan Heriadjie
Ilustrator: Prabowo
ISBN: 9786029251401
Halaman: 346
Cetakan: Pertama-November 2017
Penerbit : Metamind
0 komentar:
Post a Comment