Saturday 17 October 2015

Somewhere Only We Knew by Alexander Thian


Kenzo dan Ririn, adalah kakak beradik dengan karakter yang berbeda. Kenzo dengan sikapnya yang suka jail, walau di dalam hati dia menyimpan luka yang tidak diketahui orang, kecuali Ririn. 
Sedangkan Ririn, lebih ekspresif memperlihatkan perasaannya, apalagi saat dia patah hati. 



Cerita Kenzo dan Ririn diceritakan silih berganti setiap bab dengan sudut pandang orang pertama. Awalnya alurnya terasa cukup pas karena menawarkan beberapa konflik seperti saat Ririn bertemu dengan Arik, lelaki idamannya. Serta ada juga cerita Kenzo bersama pacar yang belum pernah ditemuinya. Tetapi makin kebelakang saya merasa alur sangat berjalan lambat, dan diakhiri dengan ending yang 'terduga'. Sehingga agak anti klimaks. 
Hal lain yang agak mengganggu buat saya pribadi adalah, sudut pandang orang pertama menggunakan kata 'gue'. Ini murni tentang kenyamanan pribadi, karena saya sama sekali tidak merasa nyaman membacanya. Kata ganti 'gue' di percakapan is okay, tapi seluruh buku? I don't think so.. Mungkin saya hanya kolot yang merindukan tata bahasa yang seharusnya saat membaca buku..

Adapun yang saya suka dari buku ini adalah (selain covernya yang oke banget..) bagaimana penulis bisa menggambarkan tempat yang membuat kita terasa berada di sana. Bagaimana indahnya tempat Ririn saat pertama bertemu Arik, di Nusa Lembongan. Dan tempat Kenzo melarikan diri dari patah hatinya, Hanoi Viet Nam. Seolah membawa kita ikut menyusuri jalan-jalan di Hanoi dan danaunya.

Somewhere Only We Know adalah buku kedua dari Alexander Thian. 
Apakah saya pernah membaca bukunya sebelumnya? Tidak
Apakah saya tau orangnya? Tidak
Apakah saya berminat membaca bukunya selanjutnya? Tidak 

Saya tidak berminat membaca bukunya selanjutnya bukan karena buku yang saya baca ini so-so. I don't judge the author just only by one book. Seperti contohnya, saya juga tidak terlalu suka buku pertama Ika Natassa, tetapi toh saya akhirnya tetap membeli buku Critical Eleven karena reviewnya bagus. Tetapi yang membuat saya 'malas' membaca buku dari penulis ini berikutnya adalah : saya membaca komentar yang kurang mengenakkan dari authornya di Goodreads. I don't think I can appreciate the author who can't appreciate the others. Padahal menurut saya review yang dikomentarin itu juga ga parah kok. Maybe if I read the comment earlier, I wouldn't even buy this book.. >.<

Saya tidak akan menceritakan rinci kometar bagaimana yang saya maksud, bagi yang penasaran bisa langsung lihat sendiri di Goodreads. Selain itu, ada sedikit cuplikan menarik dari Guidelines for author yang saya temukan di Goodreads, bagus untuk sekedar pengingat buat penulis. Pengingat buat diri senidiri juga, siapa tau suatu saat jadi penulis buku juga (ngarep.. ^^) 

  • Don’t engage with people who give you negative reviews. We cannot stress this enough. The number one mistake new authors make is to respond to negative reviews. Engaging with people who don’t like your book is not likely to win you any new readers and could lead to members deciding not to read your book. Remember Goodreads is not private; other readers will see a reaction from the author and interpret it as hostile regardless of how carefully the response was crafted. A single negative interaction is often enough to turn a reader off an author permanently. 

    If you feel a review is in violation of our review guidelines, please flag it and bring it to our team’s attention rather than responding. (To find the flag button, hold your mouse over the bottom right hand corner of the review when on the book page or look for the flag button at the bottom right hand corner when on the review page.) 

    And please remember: not every reader will love your book. It is unrealistic to expect that your book will only get five star reviews, or even only four and five star reviews. Bestselling authors get one star reviews too. The key to their success is that they handle it with grace by not responding and moving on.

8 comments:

  1. Haloo mbk, hmm, mungkin authornya mencoba meluruskan comment dar reader, cuma mungkin bahasanya kurang baik kali ya :)
    Mau nyoba baca buku ini sih, soalnya cover sama judulnya menarik :D

    ReplyDelete
  2. Iyaa, mungkin karena bahasanya kurang pas.. Hehehhe..
    Iyaa, covernya menarik emank, sayanjg suka ^^

    ReplyDelete
  3. Aku udah baca novel ini. Kelebihannya memang di deskripsi setting tempat yang detail dan 'merasuk' banget. Selain itu, banyak bertebaran kalimat-kalimat quote-able. Untuk seorang penulis fiksi, tulisan Ko Alex menurutku udah cukup bagus. Yaah, terlepas dari tema cerita dan komentarnya di GR yang kontroversial sih hehehe

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa quotable banget yaa.. Hehhe.. Walau klo buat aku masih agak kurang ngena di hati. Bagus tp kurang nendang :D

      Delete
  4. Merasa sesuatu banget saat baca buku yang settingnya bukan tempelan seakan si penulis memang pernah kesana, atau memang pernah kesana. Semakin kesini, semakin banyak tulisan yang menggunakan POV 1 secara bergantian. Menurutku, ini jadi kelebihan tersendiri. Tapi kalo dilihat-lihat, buku ini berisi 2 cerita yang ga ada sangkut pautnya selain hubungan kakak-adik.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyaa, ceritanya ga terlalu terpaut sih. Kayanya bs d bikin 2 novel jg ga akan ngaruh. Hehehe

      Delete
  5. Hahahaha JD penasaran koh Alex ngomong apaan :D. Dia jujurnya traveler favoritku, walopun bukunya cuma 1 yg aku baca, yg ttg pengalaman hidup dia pas msh kerja di toko hp. Koh Alex memang keras sih kalo ngomong, tapi kliatan juga hatinya lembut hahahahah . Blm baca buku dia yg ini, mungkin kalo ketemu ya bakal aku baca. Tp ga maksain nyari sih. Krn buatku, cerita2 dia ttg perjalanannya, jauh lebih menarik drpd buku2nya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehehe ada di goodreads waktu itu mba fan. Intinya dia ga terima ada yg kritik bukunya 😆😆
      Nah masalahnya aku waktu itu ga pernh ngikutin dia di sosmed. Beli murni krna waktu itu liat bukunya direview temen2. Hehehe.. Jd aku ga tau klo dia memang tipenya gt waktu itu.. 😆😅

      Delete